DETERMINANT FAKTOR PEMANFAATAN PELAYANAN ORTOTIK PROSTETIK (OP)

DETERMINANT FAKTOR PEMANFAATAN PELAYANAN ORTOTIK PROSTETIK (OP)

ABSTRAK

Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan sekitar 10% penduduk dunia atau sekitar 650 juta penduduk dunia hidup dalam keadaan cacat atau disabilities, dan sekitar 80% tinggal di negara berpenghasilan rendah. Diperkirakan ada sekitar 0,5% penduduk dunia memerlukan pelayanan ortotik prostetik dan angka kebutuhan pelayanan ortotik prostetik menurut bank dunia    bisa menjadi lebih besar lagi untuk sekitar   5,8 milyar penduduk yang tinggal di negara-negara low middle income countries.

Pelayanan ortotik prostetik (OP) adalah pelayanan kesehatan oleh seorang tenaga  kesehatan yang membantu pasien mendapatkan kembali mobilitasnya dengan membuat alat kaki buatan/ khusus yang disebut sebagai prostesis dan atau memperbaiki susunan tubuh dengan memasang alat tertentu, yang disebut sebagai ortosis.  Dari survei pendahuluan diketahui adaya  peningkatan kebutuhan pelayanan OP di Poltekkes Kemenkes Jakarta I,  yakni sejak bulan Agustus 2014 terdapat sekitar 70 pasien baru yang telah terdaftar menunggu untuk mendapat pelayanan OP.

Sementara itu,  sekitar 20 pasien  lama sedang menjalankan pelayanan lanjutan 80 kali

kunjungan untuk mendapatkan ortosis dan prostesis sesuai dengan kebutuhan kesehatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan faktor pemanfaatan pelayanan ortosis prostesis di Poltekkes Kemenkes Jakarta I. Desain penelitian adalah potong lintang, dengan sampel seluruh pasien  yang berkunjung ke pelayanan OP, yakni berjumlah 51 responden. Selain itu dilakukan juga fokus grup diskusi kepada para instruktur pelayanan dan wawancancara mendalam kepada para pengambil kebijakan. Hasil penelitian faktor individu/predisposisi, menunjukkan jumlah komposisi yang seimbang antara usia responden golongan anak  < 14 tahun (45,1%) dan dewasa >14 tahun (54,9%); jenis kelamin pasien laki-laki  (51%) dan wanita 49%). Faktor penguat/ sosial ekonomi menunjukkan lebih sedikit jumlah  pasien  tidak bekerja (15,7%); pendidikan rendah (31,4%); dan penghasilan >Rp 3 juta (11,8%), pengetahuan cukup (37,3%), jarak ke pelayanan jauh (13,7%),jumlah berimbang antara  punya  asuransi 51%, tidak punya asuransi 49%. Faktor pendorong/perilaku petugas: lebih sedikit 39,2% tidak dengan rujukan. Lebih sedikit proporsi kunjungan pasien baru (23,%).

Analisis hubungan variable menggunakan  test pearson chisquare menunjukkan hanya pasien dengan perlindungan asuransi yang berhubungan bermakna dengan kunjungan pelayanan (p 0,057;OR 3,88). Artinya responden yang memiliki asuransi mempunyai peluang memanfaatkan pelayanan OP 3,88 kali dibandingkan yang tidak punya asuransi. Sedangkan variable lainnya tidak menunjukkan hubungan yang bermakna (p>0,05). Pemanfaatan pelayanan OP sangat ditentukan dengan adanya perlindungan asuransi kesehatan. Hasil FGD menunjukkan bahwa sumberdaya tenaga OP membutuhkan peningkatan pendidikan dan keterampilan agar pelayanan lebih bermutu.  Hasil wawancara mendalam menyatakan  kebijakan pelayanan OP sangat dimungkinkan  diberikan di klinik sehingga dapat ditentukan adanya tariff  untuk biaya pelayanan OP. 

Kata kunci: disabilitas, ortotik prostetik, pemanfaatan pelayanan, asuransi

 

 

Klik untuk mengunduh

Bagikan halaman ini: